Laporan Hari, Tanggal :
Pertanian
Organik Dosen :
Dr. Ir. Muhadiono M.Sc
Yoscarini, S.Hut
Asisten Dosen : Ricardo
Ipui,
A.Md
Taufik, A.Md
Pembuatan Kompos Semi Anaerobik
TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas makhluk hidup yang indentik dengan
bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau. Sampah
dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu organik dan anorganik. Sampah organik
adalah jenis sampah yang berasal dari makhluk hidup sehingga mudah busuk dan
hancur secara alami.
Sampah anorganik adalah sampah
yang tersusun dari senyawa non-organik yang berasal dari mineral dan minyak
bumi, atau dari proses industri. Sampah
organik seperti dedaunan yang berasal dari taman, jerami, rerumputan, dan sisa
sayur, buah, yang berasal dari aktivitas rumah tangga dapat menimbulkan
berbagai masalah. Baik masalah keindahan dan kenyamanan maupun masalah
kesehatan manusia, baik dalam lingkup individu, keluarga, maupun masyarakat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah mengetahui cara pembuatan pupuk
kompos semi anaerobic dan melihat perkembangan pada proses
pembuatannya.
BAB II
METODOLOGI
2.1
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu ember,
gunting, kayu, penggaris, dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu daun
kering dan buah nanas.
2.2
Prosedur Kerja
Alat-alat disiapkan. Daun-daun
kering dicari dan dikumpulkan. Selanjutnya daun daun kering digunting
kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam ember hingga ketinggian ¾ ember. Pada
minggu kedua diberi nutrisi berupa buah nanas sebanyak ¼ bagian, nanas tersebut
dihaluskan. Serasah dan nanas dicampur hingga merata. Ember ditutup dengan
penutupnya agar menjaga kondisi anaerob. Setiap minggunya tinggi, warna, dan
bau kompos diamati perubahannya. Setiap minggunya diberikan perlakuan
pengadukan dan pengeringan agar kompos tidak basah.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil Praktikum
Tabel 1. Hasil
pengamatan kompos semi anaerobik
Minggu
ke-
|
Warna
|
Bau
|
Tinggi
(cm)
|
Gambar
|
0
|
Cokelat
|
Berbau
daun kering
|
21
|
|
1
|
Cokelat
tua
|
Berbau
daun kering
|
20
|
|
2
|
Cokelat
kehitaman
|
Tidak
berbau
|
18,5
|
|
3
|
Cokelat
|
Tidak Berbau
|
15
|
|
*Gambar Menggunakan Data sendiri
3.2
Pembahasan
Salah satu cara mengatasi sampah organik dalam hal ini
serasah yaitu
dengan cara mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih berguna seperti kompos.
Serasah mengandung bahan organik dan jika dikembalikan ke dalam tanah akan
dapat membantu memulihkan atau meningkatkan kesuburan tanah. Pengembalian
limbah serasah yang merupakan limbah organik ke dalam tanah dapat berupa
pupuk organik (Hapsari, 2013). Serasah pada umumnya dapat terdekomposisi
dengan baik di alam namun apabila diikuti
dengan campur tangan manusia dalam pembuatannya akan menghasilkan kompos yang lebih bermutu, terbentuk lebih cepat, dan bernilai ekonomis tinggi.
Pemotongan serasah dilakukan agar proses pendegradasian bahan lebih cepat oleh bantuan
mikroorganisme (bakteri pengurai), apabila menggunakan bahan yang lebih besar ukurannya proses pengomposan akan berlangsung lebih lama. Proses memotongan serasah dibuat dengan ukuran yang seragam dan sekecil mungkin (1-2 cm) karena akan mempengaruhi
proses aerasi.
Proses pengadukan dan pengecekan yang dilakukan setiap minggunya
diharapkan bakteri yang ada di dasar kompos mendapatkan sedikit udara yang
nantinya dimanfaatkan oleh bakteri sebelum ember ditutup kembali sehingga
kondisi di dalamnya menjadi anaerob karena tidak ada asupan udara dari luar. Meningkatnya kadar oksigen di dalam kompos akan
meningkatkan kinerja mikroba aerob sehingga pengomposan
berlangsung lebih cepat.
Proses penggomposan ini melibatkan
bakteri-bakteri tertentu yang hanya dapat hidup dalam kondisi kandungan O2
yang rendah sehingga ditambahkan buah nanas sebagai pasokan glukosa yang nantinya dimanfaatkan oleh mikroba sebagai
sumber energi serta nutirisi yang dibutuhkan bakteri sehingga dapat membantu
dalam proses pendegradasian bahan organik. Praktikum kali ini menggunakan buah
nanas karenan nanas mengandung nutrien yang terdiri dari
karbohirat dan gula cukup tinggi
yang dapat dimanfaatkan bakteri sebagai substrat atau sumber energi.
Berdasarkan praktikum
yang dilakukan proses pengomposan berlangsung setiap minggunya. Hal ini terlihat dari
perubahan-perubahan yang terjadi setiap minggunya yaitu penyusutan tinggi
serasah,
perubahan warna, bau dan tekstur. Proses pembuatan kompos ini belum matang secara
sempurna terlihat dari tekstur yang masih kasar dan berbentuk serasah,
suhunya belum sama dengan suhu lingkungan, serta warnanya yang masih
berwarna kecoklatan. Penentuan kematangan kompos secara langsung di
lapangan dapat dilihat dari kompos berwana coklat tua hingga hitam dan mirip
dengan warna tanah, tidak larut dalam air, suhunya kurang lebih sama dengan
suhu lingkungan dan tidak berbau (Nyoman,2010).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, pembuatan kompos dilakukan semi
anarobik. Pengamatan yang dilakukan setiap minggu selama 3 minggu, dilakukan
pengadukan setiap seminggu sekali. Parameter yang diamati setiap minggunya yaitu bau, warna, dan tinggi kompos. Berdasarkan hasil
yang didapatkan (Tabel 1), pada minggu ke-1 kompos masih kasar,
warnanya coklat tua, baunya seperti daun kering biasa, dan tinggi serasah yang diukur
dari permukaan ember sebesar 20 cm. Penurunan tinggi serasah tidak
signifikan yaitu hanya 1 cm, oleh karena itu kompos diberi perlakuan yaitu
memotong serasah dengan ukuran lebih kecil dari sebelumnya dan diberi nanas
sebagai energi untuk bakteri.
Pada minggu ke-2, tekstur kompos masih
kasar, warnanya sudah mengalami perubahan menjadi coklat kehitaman
dan
tidak berbau, dan tinggi serasah yang diukur dari permukaan ember sebesar
18,5
cm. Pada minggu ke-2 ini mulai terlihat perubahan akibat aktivitas dekomposisi
yang dilakukan bakteri. Bau kompos dari hasil pengomposan tidak berbau. Hal ini
karena proses penguraian oleh mikroba berlangsung dengan baik. Praktikum
kali ini tidak mengukur parameter suhu. Akan tetapi, saat pengadukan kompos
terasa hangat.
Pada minggu ke-3, tekstur kompos sudah
lebih lembut, warnanya sudah mengalami perubahan menjadi coklat lebih pekat, dan tinggi serasah yang
diukur dari permukaan ember sebesar 15 cm. Pada
minggu ke-3 ini mulai terlihat perubahan akibat aktivitas
dekomposisi yang dilakukan bakteri. Bau kompos dari hasil pengomposan tidak berbau. Hal
ini karena proses penguraian oleh mikroba berlangsung dengan baik.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengomposan adalah
(Nyoman P. Aryantha, 2010) yaitu C/N rasio.
Nilai C/N
rasio untuk pengomposan berkisar sekitar 30:1 hingga 40:1. Ukuran partikel, permukaan
area yang luas akan meningkatkan terjadinya kontak mikroba dengan bahan
sehingga proses dekomposisi dapat berjalan lebih cepat. Aerasi, aerasi yang
baik akan mempercepat pengomposan jika pengomposan terjadi secara
aerob/semiaerob. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan.
Porositas, porositas merupakan rongga-rongga yang akan diisi air dan udara
yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan mikroba. Kelembaban, kelembaban memegang peran penting dalam
metabolism mikroba. Kelembaban dengan kisaran 40-60% merupakan kisaran optimum bagi
metabolisme mikroba. Tempertaur, panas dihasikan dari proses metabolisme
mikroba. Peningkatan suhu dapat terjadi secara cepat dalam tumpukan kompos yang
berkisar antara 30-60 ⁰C. Nilai
pH, pH
yang optimum untuk pengomposan antara 6.6-7.5 Kompos yang sudah matang biasanya
memiliki pH netral. Kandungan hara, ketersediaan hara dalam pengomposan penting
untuk mendukung pertumbuhan mikroba.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Pembuatan kompos dari serasah
berfungsi untuk mengurangi penumpukan daun-daun kering yang sudah tua,
memanfaatkan sampah berupa daun menjadi sesuatu yang lebih berguna lagi. Pembuatan kompos kali
ini termasuk semi anaerobik. Pembuatan kompos secara semi anaerobik dipengaruhi
oleh rasio C/N, aerasi, kelembaban, porositas, pH, temperature, dan kandungan
hara. Kompos yang dibuat pada praktikum kali ini belum memenuhi
standar yang ada karena kurangnya waktu pembentukan kompos. Kompos
dapat
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah
dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Hapsari AY. 2013. Kualitas dan kuantitas kandungan
pupuk organik limbah serasah dengan inokulum kotoran sapi secara semianaerob
[skripsi]. Surakarta (ID) : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Irianto A. 2003. Probiotik
untuk Akuakultur. Yogyakarta (ID) : Universitas
Gajah Mada.
Nyoman P Aryantha, dkk. 2010. Kompos. Bandung (ID) : Pusat Penelitian
Antar Universitas Ilmu Hayati LPPM-ITB.
kelinci99
ReplyDeleteTogel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino