03 April 2015

Sudah Siapkah Indonesia Dengan Batubara Cair??

Di Indonesia, pengembangan batubara cair mulai direspon setelah pemerintah mengeluarkan Inpres No. 2/ 2006 tentang batubara yang dicairkan. Salah satu investor yang tertarik adalah Sugiko MOK Energi yang bernisiatif untuk membangun pabrik pemrosesan batubara cair di Sumatera Selatan. Proses produksi batubara cair yang dilakukan oleh Sugico MOK adalah menggunakan sistem hidrogenasi yang memanfaatkan energi matahari.



Dengan inovasi Photovoltaic, energi panas matahari yang ditangkap melalui solar cell diubah menjadi energi listrik, yang menghasilkan daya pada setiap panelnya sebesar 1 MW dengan jangka waktu 1 jam dan biaya tidak lebih dari 5 dollar AS per barel. Energi listrik yang dihasilkan ada dua macam, yaitu arus listrik yang bersifat bolak-balik (AC) sehingga dapat dimanfaatkan untuk penerangan serta keperluan lainnya, dan arus listrik yang searah (DC) atau yang digunakan untuk air (H2O). Dalam proses ini air akan diubah menjadi oksigen dan hidrogen. Unsur hidrogen tersebut akan dimanfaatkan dalam proses hidrogenasi, yang mengubah batubara padat menjadi cair. Proses hidrogenasi ini dilakukan dalam reaktorBergius. Setiap satu ton batubara padat yang diolah dalam reaktor ini akan menghasilkan 6,2 barel BBM sintesis berkualitas tinggi.

Saat ini Indonesia memiliki cadangan sekitar 60 milyar ton batubara yang terdapat di seluruh Indonesia. Dari sekian banyak itu hampir 85% adalah batubara muda (lignit) atau dengan kata lain batubara dengan kualitas rendah karena 30% berisi kandungan air disamping itu juga mengandung kalori rendah dengan nilai jual murah. Sedang batubara yang berkualitas atau dikenal dengan Black Coal sebagian besar untuk di ekspor.

Batubara muda yang juga dikenal dengan nama brown coal akan dikembangkan sebagai alternative pengganti minyak bumi. Pemerintah Jepang serta para pengusaha Jepang yang tertarik dengan brown coal ini tengah bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk mewujudkan impian tersebut. Rencananya BPPT akan berupaya bernegoisiasi dengan Pemerintah Jepang untuk pembangunan pabrik BCL (Brown Coal Liquefaction) sehingga tercipta gasoline dan solar dari batubara. Biaya yang diperlukan untuk pabrik BCL ini mencapai 5,8 Milyar dolar Amerika. Hal ini karena para ahli maupun teknologinya belum kita miliki.

Saat ini BPPT sudah mengadakan penelitian untuk BCL ini di daerah Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Diketahui bahwa 30.000 ton batubara dapat menghasilkan sekitar 130.000 barel minyak per hari. Sebagai contoh pekerjaan Jepang di Australia dan Jepang sendiri yang telah berhasil membuat master plan BCL ini. PT. Tambang Batubara Bukit Asam rencananya akan membangun kilang batubara tercairkan di Sumatera Selatan dengan investasi sebesar US$5.2 billion. South Africa’s Sasol Limited, produsen minyak sintetis terbesar di dunia telah mulai melakukan negosiasi pembangunan kilang batubara yang dicairkan senilai US$ 10 billion dengan PT Pertamina dan PT. Tambang Batubara Bukit Asam.

Pada awal tahun 2010 telah ditandatangani MOU antara Pemerintah Indonesia dengan Sasol (salah satu raksasa pemain CTL (coal to liquid) di dunia yang berasal dari Afrika Selatan) untuk memulai kajian kelayakan pembangunan kilang. Diperkirakan kilang tersebut mempunyai kapasitas produksi sebesar 1,1 juta barrels setara bahan bakar minyak perhari. Bila semuanya berjalan sesuai rencana maka konstruksi kilang akan selesai pada akhir tahun 2014 dan mulai produksi tahun 2015. Terdapat empat lokasi yang potensial untuk pembangunan kilang batubara yang dicairkan meliputi Musi Banyuasin di Sumatera Selatan yang memiliki cadangan sebesar 2,9 milyar ton dan Berau Kalimantan Timur dengan
cadangan sebesar 3 milyar ton Untuk suplai batu bara, Sasol akan mendapatkannya dari PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk (PTBA). Sementara itu, untuk bertindak sebagai pembeli (off taker) adalah PT Pertamina (Persero).

0 comments:

Post a Comment