Praktikum 2 18
September 2013
Asisten
:
1. Sisi
2. Siti
Komariyah
ANALISIS CURAH HUJAN WILAYAH
TEKNIK
DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN
PROGRAM
DIPLOMA
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2013
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Curah hujan
wilayah merupakan curah hujan yang pengukurannya dilakukan di suatu wilayah
tertentu (wilayah regional). Menurut Sosrodarsono & Takeda (1977) data curah hujan dan debit merupakan data yang sangat penting
dalam perencanaan
waduk. Analisis data hujan dimaksudkan
untuk mendapatkan besaran curah hujan. Perlunya
menghitung curah hujan wilayah adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir. Loebis
(1987) mengatakan bahwa metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan
rata-rata wilayah daerah aliran sungai (DAS) ada tiga metode, yaitu metode
rata-rata aritmatik (aljabar), metode poligon Thiessen dan metode Isohyet.
Mahasiswa Teknik
dan Manajemen Lingkungan dituntut untuk dapat mengerti dan memahami ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan cara mengelola lingkungan yang baik dan benar, seperti di
dalam mata kuliah Hidrologi. Curah hujan di suatu wilayah menjadi salah satu
faktor yang memengaruhi kondisi lingkungan di daerah tersebut. Seperti yang
dikatakan oleh Tjasyono (2008) seiring dengan meningkatnya intensitas curah
hujan, biasanya selalu ada dampak negative yang timbul. Seperti terjadinya
banjir dan longsor dimana faktor meteorologis dalam hal ini curah hujan
diketahui menjadi penyebab utama terutama bila dilihat dari intensitas, durasi
serta distribusinya. Tjasyono (2007) juga menyebutkan khusus untuk kejadian
banjir, terjadinya kerusakan lingkungan dan perubahan fisik permukaan tanah
juga menjadi faktor penting yang dapat menunjang terjadinya banjir dimana
akibat hal tersebut kemampuan dari daya tampung dan daya simpan terhadap air
hujan menjadi berkurang. Selain itu Mahbub
(2010) mnyebutkan bahwa data jumlah curah hujan (CH) rata -rata untuk
suatu daerah tangkapan air (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS)
merupakan informasi yang sangat diperlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam
bid ang pertanian data CH sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi
, mengetahui neraca air lahan, mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).
Oleh karena itu
penting untuk mempelajari cara analisis data curah hujan wilayah pada suatu
contoh data yang diberikan di mata kuliah Hidrologi agar bermanfaat baik dalam
kaitannya dengan mata kuliah lain dan aplikasinya di dunia kerja khususnya
dalam bidang yang mengatasi masalah seputar faktor adanya air yakni hujan.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk
menentukan curah hujan wilayah dengn menggunakan metode rata-rata aritmatik,
polygon thiessen, dan isohyet.
METODE
Analisis yang dilaksanakan adalah
menganalisa curah hujan wilayah. Alat-alat yang dibutuhkan dalam analisa ini
ialah: penggaris, busur derajat, Planimeter, kertas millimeter blok, dan alat
tulis lainnya. Perhitungan dapat menggunakan kalkulator sebagai alat bantu.
Adapun langkah-langkah dalam
menganalisa adalah sebagai berikut:
1.
Metode
Aritmatik
a.
Plot
semua lokasi stasiun pengukuran dan tinggi hujan yang ada di sekitar daerah
aliran sungai yang akan ditentukan curah hujan wilayahnya.
b.
Menentukan
berapa banyaknya stasiun pengukuran hujan yang terletak di dalam batas daerah
aliran sungai tersebut.
c.
Menjumlahkan
tinggi hujan dari sejumlah stasiun pengukuran hujan yang telah ditentukan pada
tahap kerja b.
d.
Curah
hujan diperoleh dengan cara membagi jumlah tinggi hujan hasil tahap kerja c
dengan banyaknya stasiun pengukuran hujan hasil tahap kerja b. secara matematis
dapat dirumuskan sebagai berikut:
R
adalah curah hujan wilayah. Ri adalah curah hujan stasiun ke-I, dan n adalah banyaknya
stasiun pengukur hujan yang terletak di dalam adaerah aliran sungai.
2.
Metode
Polygon Thiessen
a.
Plot
semua lokasi stasiun pengukuran dan tinggi hujan yang ada di sekitar daerah
aliran sungai yang akan ditentukan curah hujan wilayahnya.
b.
Menyambungkan
setiap stasiun pengukuran hujan dengan stasiun pengukuran terdekatnya terutama
untuk stasiun-stasiunpengukuran hujan yang berada dalam dan paling dekat dengan
batas daerah aliran sungai. Sambungan antar stasiun akan membentuk deret
segitiga yang tidak boleh saling memotong satu sama lain.
c.
Menentukan
titik tengah dari setiap sisi segitiga kemudian membuat sebuah garis tegak
lurus terhadap masing-masing sisi segitiga tersebut tepat di titik tengahnya.
d.
Menghubungkan
setiap garis tegak lurus tersebut satu sama lain asehingga membentuk
poligon-poligon dimana setiap polygon hanya diwakili oleh satu stasiun
pengukuran hujan yang berada di dalam atau paling dekat dengan batas daerah
aliran sungai.
e.
Menentukan
luas daerah masing-masing polygon dengan menggunakan planimeter atau kertas
millimeter blok. Jumlah dari luas daerah masing-masing poligonakan sama dengan
total luas daerah aliran sungai.
f.
Menentukan
persentase luas dari setiap polygon terhadap luas total daerah aliran sungai.
g.
Mengalikan
persentase luas setiap polygon (hasil tahap kerja f) dengan tinggi hujan yang
jatuh di dalam polygon-poligon tersebut.
h.
Curah
hujan wilayah diperoleh dengan cara menjumlahkan perkalian persentase luas
polygon dengan tinggi hujan yang jatuh di dalam polygon tersebut (penjumlahan
setiap perkalia pada tahap kerja g). secara matematis dapat dirumuskan sebagai
berikut:
R
adalah curah hujan wilayah, Ai adalah luas polygon ke-I, Ri adalah curah hujan
stasiun yang ada di dalam polygon ke-I, dan n adalah banyaknya polygon.
HASIL
Tabel 1Perhitungan curah hujan wilayah dengan metode
Rata-rata Aritmatik
Stasiun pengukuran di dalam batas DAS
|
Curah Hujan (mm)
|
1
|
172
|
2
|
158
|
3
|
130
|
4
|
118
|
5
|
96
|
6
|
80
|
7
|
78
|
8
|
76
|
9
|
70
|
10
|
62
|
11
|
55
|
12 (berada di luar wilayah)
|
45
|
Rata-rata Aritmatik
|
95,55
|
Perhitungan :
= 172 + 158 +130 + 118 + 96 + 80 + 78 +
76 + 70 + 62 +55
11
= 99.5
Tabel 2 Perhitungan curah hujan wilayah dengan Metode
Poligon Thiessen
Stasiun Pengukuran
|
Curah Hujan (mm)
|
Luas poligon Thiessen
|
Persentase luas poligon (%)
|
(2) x (4)
|
1
|
172
|
473
|
2,638183948
|
4,53767639
|
2
|
158
|
467
|
2,604718612
|
4,115455407
|
3
|
130
|
592
|
3,301913102
|
4,292487032
|
4
|
118
|
3689
|
20,57560377
|
24,27921245
|
5
|
96
|
559
|
3,117853756
|
2,993139606
|
6
|
80
|
1266
|
7,061185788
|
5,648948631
|
7
|
78
|
2368
|
13,20765241
|
10,30196888
|
8
|
76
|
1864
|
10,39656423
|
7,901388811
|
9
|
70
|
2421
|
13,50326287
|
9,452284009
|
10
|
62
|
3224
|
17,98204027
|
11,14886497
|
11
|
55
|
659
|
3,675609348
|
2,021585141
|
12
|
45
|
347
|
1,935411903
|
0,870935356
|
Ʃ = 17929
|
Ʃ = 100 %
|
Ʃ = 87,56394668
|
Ket :
data berdasarkan gambar dari Gita Septi Annisa
Contoh perhitungan:
*
Data pada stasiun 2:
PEMBAHASAN
Pengukuran curah hujan wilayah
membutuhkan data dari beberapa stasiun di wilayah tersebut bukan hanya satu
stasiun pengukuran saja, karena curan hujan wilayah harus diukur dan mencakup
seluruh daerah dalam arti lebih luas daripada data pengukuran curah hujan
titik. Praktikum kali ini adalah menganalisa data curah hujan wilayah yang
telah ada tanpa adanya pengukuran secara langsung.
Curah hujan wilayah dapat
diketahui dengan perhitungan berbagai metode, yaitu: metode aritmati, metode
polygon thiessen, dan metode isohyets. Ketiga metode tersebut memiliki
kelemahan dan kelebihan masing-masing. Perhitungan curah hujan wilayah di praktikum
ini menggunakan metode aritmatik (dapat dilihat pada tabel 1) dan metode
polygon thiessen (dapat dilihat pada tabel 2). Perhitungan dengan metode
aritmatik dapat lebih menghemat waktu karena pengerjaannya yang tidak banyak
membutuhkan perhitungan. Selain itu metode aritmatik juga tidak memerlukan
alat-alat seperti yang digunakan di metode polygon thiessen, misalnya kertas grafik.
Curah hujan wilayah jika dihitung dengan metode aritmatik cukup mudah, yakni
hanya menjumlahkan hasil pengukuran dari beberapa stasiun. Sedangkan metode polygon
thiessen membutuhkan waktu yang lebih lama daripada meted aritmatik karena
perhitungan yang dilakukan memerlukan ketelitian dan proses pengerjaan yang
baik. Wilayah pengukuran di sketsa di kertas grafik untuk dilakukan pengamatan
dan selanjutnya stasiun-stasiun yang ada diberi batas polygon. Batas-batas
polygon inilah yang membagi daerah stasiun satu dengan stasiun yang lainnya
agar perhitungan pun lebih mudah.
Oleh karena itu metode aritmatik
dianggap metode yang paling sederhana daripada metode yang lainnya. Meskipun
begitu metode yang digunakan dalam sebuah pengamatan harus disesuaikan dengan
kondisi yang ada. Metode aritmatik merupakan metode yang sesuai untuk daerah
yang topografinya datar dan distribusi hujan tersebar merata. Sedangkan, metode
polygon thiessen digunakan jika titik-titik pengamatan di dalam daerah kajian
tidak tersebar merata. Metode ini mengabaikan efek topografi dan satu polygon
diwakili oleh satu stasiun penakar hujan.
Berdasarkan gambar dapat dilihat
bahwa wilayah tersebut mencakup 12 stasiun pengukuran curah hujan, tapi stasiun
ke-12 berada di luar wilayah pengukuran meskipun stasiun tersebut dekat dengan
daerah pengukuran. Hasil menunjukkan nilai yang berbeda dari perhitungan dengan
kedua metode yang seharusnya hasilnya sama. Pengukuran dengan metode aritmatik
menunjukkan hasil yang lebih besar (95.55) daripada hasil dengan metode poligon
thiessen (87.56). Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain: peneliti atau pengamat,
perhitungan yang salah, penarikan beberapa garis di kertas grafik pada metode
polygon thiessen, dan lain-lain. Pengamat yang melakukan perhitungan sangat
mempengaruhi hasil yang didapat karena ketelitian pengamat yang satu dengan
pengamat yang lainnya itu dapat berbeda. Pengamat yang telah terbiasa melakukan
perhitungan curah hujan wilayah dengan beberapa metode baik aritmatik, polygon
thiessen, dan isohyets tentulah menghasilkan hasil yang baik atau mendekati
sempurna. Sebaliknya hal yang terjadi jika pengamat merupakan seseorang yang
baru belajar. Selain itu tebal pensil yang digunakan akan berpengaruh terhadap
garis-garis yang dibuat di kertas grafik pada metode polygon. Jadi, kerapihan
kerja dan keterampilan pengamat dalam hal ini sangat diperlukan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa penentuan curah hujan wilayah dapat dilakukan dengan
tiga metode (aritmatik, polygon thiessen, isohyets). Penggunaan metode
disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan karena masing-masing metode
memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-maisng. Metode yang lebih sederhana
adalah metode aritmatik.
DAFTAR PUSTAKA
Loebis Joesron.
1987. Banjir Rencana untuk Bangunan Air. Bandung: DPU.
Mahbub. 2010. Menghitung Curah Hujan Rata-rata. (online) (http://mmahbub.files.wordpress.com/2010/05/1-hitungch.pdf diakses tanggal
24 September 2013)
Sosrodarsono Suyono ,Takeda Kensaku. 1977. Bendungan Type Urugan. Jakarta : Pradnya.
Tjasyono, B. H.
K., & Harijono, S. W. B. (2008). Meteorologi Indonesia 2 Awan dan Hujan
Monsun. Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika.
Tjasyono, B. H.
K., Juaeni, I., & Harijono, S. W. B. (2007). Proses Meteorologis Bencana
Banjir Di Indonesia. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 8(2), 1-13.
sangat membantuu...
ReplyDeleteterima kasih