23 January 2015

ANALISIS CURAH HUJAN WILAYAH


Praktikum 2                                                                             18 September 2013
Asisten :
1.      Sisi
2.      Siti Komariyah





ANALISIS CURAH HUJAN WILAYAH
 













TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013 



PENDAHULUAN
Latar Belakang
Curah hujan wilayah merupakan curah hujan yang pengukurannya dilakukan di suatu wilayah tertentu (wilayah regional). Menurut Sosrodarsono & Takeda (1977) data curah hujan dan debit merupakan data yang sangat penting dalam perencanaan waduk. Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan. Perlunya menghitung curah hujan wilayah adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir. Loebis (1987) mengatakan bahwa metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan rata-rata wilayah daerah aliran sungai (DAS) ada tiga metode, yaitu metode rata-rata aritmatik (aljabar), metode poligon Thiessen dan metode Isohyet.
Mahasiswa Teknik dan Manajemen Lingkungan dituntut untuk dapat mengerti dan memahami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan cara mengelola lingkungan yang baik dan benar, seperti di dalam mata kuliah Hidrologi. Curah hujan di suatu wilayah menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kondisi lingkungan di daerah tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Tjasyono (2008) seiring dengan meningkatnya intensitas curah hujan, biasanya selalu ada dampak negative yang timbul. Seperti terjadinya banjir dan longsor dimana faktor meteorologis dalam hal ini curah hujan diketahui menjadi penyebab utama terutama bila dilihat dari intensitas, durasi serta distribusinya. Tjasyono (2007) juga menyebutkan khusus untuk kejadian banjir, terjadinya kerusakan lingkungan dan perubahan fisik permukaan tanah juga menjadi faktor penting yang dapat menunjang terjadinya banjir dimana akibat hal tersebut kemampuan dari daya tampung dan daya simpan terhadap air hujan menjadi berkurang. Selain itu Mahbub (2010) mnyebutkan bahwa data jumlah curah hujan (CH) rata -rata untuk suatu daerah tangkapan air (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang sangat diperlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam bid ang pertanian data CH sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi , mengetahui neraca air lahan, mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).
Oleh karena itu penting untuk mempelajari cara analisis data curah hujan wilayah pada suatu contoh data yang diberikan di mata kuliah Hidrologi agar bermanfaat baik dalam kaitannya dengan mata kuliah lain dan aplikasinya di dunia kerja khususnya dalam bidang yang mengatasi masalah seputar faktor adanya air yakni hujan.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan curah hujan wilayah dengn menggunakan metode rata-rata aritmatik, polygon thiessen, dan isohyet.

METODE
Analisis yang dilaksanakan adalah menganalisa curah hujan wilayah. Alat-alat yang dibutuhkan dalam analisa ini ialah: penggaris, busur derajat, Planimeter, kertas millimeter blok, dan alat tulis lainnya. Perhitungan dapat menggunakan kalkulator sebagai alat bantu.
Adapun langkah-langkah dalam menganalisa adalah sebagai berikut:
1.      Metode Aritmatik
a.       Plot semua lokasi stasiun pengukuran dan tinggi hujan yang ada di sekitar daerah aliran sungai yang akan ditentukan curah hujan wilayahnya.
b.      Menentukan berapa banyaknya stasiun pengukuran hujan yang terletak di dalam batas daerah aliran sungai tersebut.
c.       Menjumlahkan tinggi hujan dari sejumlah stasiun pengukuran hujan yang telah ditentukan pada tahap kerja b.
d.      Curah hujan diperoleh dengan cara membagi jumlah tinggi hujan hasil tahap kerja c dengan banyaknya stasiun pengukuran hujan hasil tahap kerja b. secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
R adalah curah hujan wilayah. Ri adalah curah hujan stasiun ke-I, dan n adalah banyaknya stasiun pengukur hujan yang terletak di dalam adaerah aliran sungai.
2.      Metode Polygon Thiessen
a.       Plot semua lokasi stasiun pengukuran dan tinggi hujan yang ada di sekitar daerah aliran sungai yang akan ditentukan curah hujan wilayahnya.
b.      Menyambungkan setiap stasiun pengukuran hujan dengan stasiun pengukuran terdekatnya terutama untuk stasiun-stasiunpengukuran hujan yang berada dalam dan paling dekat dengan batas daerah aliran sungai. Sambungan antar stasiun akan membentuk deret segitiga yang tidak boleh saling memotong satu sama lain.
c.       Menentukan titik tengah dari setiap sisi segitiga kemudian membuat sebuah garis tegak lurus terhadap masing-masing sisi segitiga tersebut tepat di titik tengahnya.
d.      Menghubungkan setiap garis tegak lurus tersebut satu sama lain asehingga membentuk poligon-poligon dimana setiap polygon hanya diwakili oleh satu stasiun pengukuran hujan yang berada di dalam atau paling dekat dengan batas daerah aliran sungai.
e.       Menentukan luas daerah masing-masing polygon dengan menggunakan planimeter atau kertas millimeter blok. Jumlah dari luas daerah masing-masing poligonakan sama dengan total luas daerah aliran sungai.
f.       Menentukan persentase luas dari setiap polygon terhadap luas total daerah aliran sungai.
g.      Mengalikan persentase luas setiap polygon (hasil tahap kerja f) dengan tinggi hujan yang jatuh di dalam polygon-poligon tersebut.
h.      Curah hujan wilayah diperoleh dengan cara menjumlahkan perkalian persentase luas polygon dengan tinggi hujan yang jatuh di dalam polygon tersebut (penjumlahan setiap perkalia pada tahap kerja g). secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
R adalah curah hujan wilayah, Ai adalah luas polygon ke-I, Ri adalah curah hujan stasiun yang ada di dalam polygon ke-I, dan n adalah banyaknya polygon.

HASIL
Tabel 1Perhitungan curah hujan wilayah dengan metode Rata-rata Aritmatik
Stasiun pengukuran di dalam batas DAS
Curah Hujan (mm)
1
172
2
158
3
130
4
118
5
96
6
80
7
78
8
76
9
70
10
62
11
55
12 (berada di luar wilayah)
45
Rata-rata Aritmatik
95,55

Perhitungan :
    = 172 + 158 +130 + 118 + 96 + 80 + 78 + 76 + 70 + 62 +55
                                                11
    = 99.5

Tabel 2 Perhitungan curah hujan wilayah dengan Metode Poligon Thiessen
Stasiun Pengukuran
Curah Hujan (mm)
Luas poligon Thiessen
Persentase luas poligon (%)
(2) x (4)
1
172
473
2,638183948
4,53767639
2
158
467
2,604718612
4,115455407
3
130
592
3,301913102
4,292487032
4
118
3689
20,57560377
24,27921245
5
96
559
3,117853756
2,993139606
6
80
1266
7,061185788
5,648948631
7
78
2368
13,20765241
10,30196888
8
76
1864
10,39656423
7,901388811
9
70
2421
13,50326287
9,452284009
10
62
3224
17,98204027
11,14886497
11
55
659
3,675609348
2,021585141
12
45
347
1,935411903
0,870935356


Ʃ = 17929
Ʃ = 100 %
Ʃ = 87,56394668
Ket : data berdasarkan gambar dari Gita Septi Annisa
Contoh perhitungan:
* Data pada stasiun 2:
  
                                                     
                                                    
    
                          
                    

PEMBAHASAN    
Pengukuran curah hujan wilayah membutuhkan data dari beberapa stasiun di wilayah tersebut bukan hanya satu stasiun pengukuran saja, karena curan hujan wilayah harus diukur dan mencakup seluruh daerah dalam arti lebih luas daripada data pengukuran curah hujan titik. Praktikum kali ini adalah menganalisa data curah hujan wilayah yang telah ada tanpa adanya pengukuran secara langsung.
Curah hujan wilayah dapat diketahui dengan perhitungan berbagai metode, yaitu: metode aritmati, metode polygon thiessen, dan metode isohyets. Ketiga metode tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Perhitungan curah hujan wilayah di praktikum ini menggunakan metode aritmatik (dapat dilihat pada tabel 1) dan metode polygon thiessen (dapat dilihat pada tabel 2). Perhitungan dengan metode aritmatik dapat lebih menghemat waktu karena pengerjaannya yang tidak banyak membutuhkan perhitungan. Selain itu metode aritmatik juga tidak memerlukan alat-alat seperti yang digunakan di metode polygon thiessen, misalnya kertas grafik. Curah hujan wilayah jika dihitung dengan metode aritmatik cukup mudah, yakni hanya menjumlahkan hasil pengukuran dari beberapa stasiun. Sedangkan metode polygon thiessen membutuhkan waktu yang lebih lama daripada meted aritmatik karena perhitungan yang dilakukan memerlukan ketelitian dan proses pengerjaan yang baik. Wilayah pengukuran di sketsa di kertas grafik untuk dilakukan pengamatan dan selanjutnya stasiun-stasiun yang ada diberi batas polygon. Batas-batas polygon inilah yang membagi daerah stasiun satu dengan stasiun yang lainnya agar perhitungan pun lebih mudah. 
Oleh karena itu metode aritmatik dianggap metode yang paling sederhana daripada metode yang lainnya. Meskipun begitu metode yang digunakan dalam sebuah pengamatan harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Metode aritmatik merupakan metode yang sesuai untuk daerah yang topografinya datar dan distribusi hujan tersebar merata. Sedangkan, metode polygon thiessen digunakan jika titik-titik pengamatan di dalam daerah kajian tidak tersebar merata. Metode ini mengabaikan efek topografi dan satu polygon diwakili oleh satu stasiun penakar hujan.
Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa wilayah tersebut mencakup 12 stasiun pengukuran curah hujan, tapi stasiun ke-12 berada di luar wilayah pengukuran meskipun stasiun tersebut dekat dengan daerah pengukuran. Hasil menunjukkan nilai yang berbeda dari perhitungan dengan kedua metode yang seharusnya hasilnya sama. Pengukuran dengan metode aritmatik menunjukkan hasil yang lebih besar (95.55) daripada hasil dengan metode poligon thiessen (87.56). Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor,  antara lain: peneliti atau pengamat, perhitungan yang salah, penarikan beberapa garis di kertas grafik pada metode polygon thiessen, dan lain-lain. Pengamat yang melakukan perhitungan sangat mempengaruhi hasil yang didapat karena ketelitian pengamat yang satu dengan pengamat yang lainnya itu dapat berbeda. Pengamat yang telah terbiasa melakukan perhitungan curah hujan wilayah dengan beberapa metode baik aritmatik, polygon thiessen, dan isohyets tentulah menghasilkan hasil yang baik atau mendekati sempurna. Sebaliknya hal yang terjadi jika pengamat merupakan seseorang yang baru belajar. Selain itu tebal pensil yang digunakan akan berpengaruh terhadap garis-garis yang dibuat di kertas grafik pada metode polygon. Jadi, kerapihan kerja dan keterampilan pengamat dalam hal ini sangat diperlukan.


KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa penentuan curah hujan wilayah dapat dilakukan dengan tiga metode (aritmatik, polygon thiessen, isohyets). Penggunaan metode disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan karena masing-masing metode memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-maisng. Metode yang lebih sederhana adalah metode aritmatik.

DAFTAR PUSTAKA
Loebis Joesron. 1987. Banjir Rencana untuk Bangunan Air. Bandung: DPU.
Mahbub. 2010. Menghitung Curah Hujan Rata-rata. (online) (http://mmahbub.files.wordpress.com/2010/05/1-hitungch.pdf diakses tanggal 24 September 2013)
Sosrodarsono Suyono ,Takeda Kensaku. 1977. Bendungan Type Urugan. Jakarta : Pradnya.
Tjasyono, B. H. K., & Harijono, S. W. B. (2008). Meteorologi Indonesia 2 Awan dan Hujan Monsun. Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika.

Tjasyono, B. H. K., Juaeni, I., & Harijono, S. W. B. (2007). Proses Meteorologis Bencana Banjir Di Indonesia. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 8(2), 1-13.

1 comment: